ichwantho

Senin, 18 Maret 2013

Segi Tiga Senen - Atrium


Sejarah Senen diawali dengan dibukanya Pasar Senen oleh Yustinus Vinck pada tahun 1733. Selain Pasar Senen, Vinck juga membuka Pasar Tanah Abang. Dua tahun berikutnya ia menghubungkan kedua pasar tersebut dengan sebuah jalan, yang sekarang disebut Jl. Prapatan dan Jl. Kebon Sirih yang juga merupakan jalur penghubung timur-barat pertama di Jakarta Pusat kini.

Setelah zaman kemerdekaan hingga tahun 1975, Senen menjadi pusat perdagangan terkemuka di Jakarta. Pada tahun 1974 terjadi tragedi Malari yang memporakporandakan Pasar Senen. Mahasiswa pada saat itu, marah atas kebijakan ekonomi Indonesia yang bergantung pada Jepang. Dan Pasar Senen merupakan simbol dari penjualan produk-produk Jepang.
[sunting]
Pusat Perdagangan Ibu Kota

Pada awal abad ke-20, Senen telah menjadi jantung ibu kota dengan denyut perdagangan yang tak pernah berhenti. Beberapa toko besar dan terkenal, banyak berdiri di sepanjang Jalan Kramat Bunder, Jalan Kramat Raya, Jalan Kwitang, dan Jalan Senen Raya. "Apotik Rathkamp" yang setelah kemerdekaan menjadi Kimia Farma, berdiri di seberang Segi Tiga Senen. Di Gang Kenanga terdapat toko sepeda "Tjong & Co". Di Jalan Kramat Bunder terdapat rumah makan terkenal "Padangsche Buffet".[1] Di Jalan Kwitang terdapat toko buku Gunung Agung. Serta dua bioskop terkenal, Rex Theater (kini Bioskop Grand) dan Rivoli Theater di Jalan Kramat Raya. Di Pasar Senen terdapat toko Djohan Djohor milik saudagar Minangkabau, yang terkenal karena sering memberikan potongan harga.





0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda